QILLA SAIFULLAH DAN JAFFER EXPRESS
(Bangun, dan bangunlah, wahai ummat !!!)




Jam berdetak menuju angka 12 siang. Suara gesekan roda kereta Jaffer Express dengan rel membahana, merusak telinga. Panas bukan kepalang. Baru saja kami melewati titik terpanas di Pakistan, Sibi di wilayah Sind. Kata jamaah dakwah yang pernah bergerak disitu, wilayah tersebut belum tersentuh listrik, airpun susah, dan masjid2 nya juga terbuat dari tanah liat, 3 x 4 atau lebih sedikit. Dan disitulah jamaah beraktifitas. Tak ada lagi yang bisa diharap dari situ selain hidayah dan nushrah dari Allah.

**
Beberapa hari yang lalu, sebelum kami tiba di markaz dakwah Quetta, kami berada di lembah Qilla Saifullah, dekat perbatasan Afghanistan selama 25 hari. Kebun apel, air tawar, masjid tanah dan nyamuk yang cantik mengiringi aktifitas harian kami. Penduduk sini sangat sederhana, orang Posyto, tinggal di kampung2 kecil (basti) yang di setiap kampung terdiri dari 4-5 rumah dari tanah liat. Setiap rumah dikelilingi tembok tanah, memanjang dan dihuni sekitar 8-10 anggota keluarga. Setiap basti dengan basti yang lain dipisah jarak oleh kebun2 apel, delima, tomat atau padang ilalang. Setiap basti ada satu masjid yang sederhana yang terbuat dari tanah juga. Tapi biasanya hanya dihadiri oleh seorang imam dengan dua orang makmum atau bahkan kosong. Hampir semua keadaan masjid seperti itu. Pernah kami datangi seorang imam yang juga moulwi ( sebutan untuk seorang ulama di tanah hindustan) di sebuah masjid, kami ajak fikir untuk hidupkan lagi suasana agama di kampung itu, dengan menghidupkan amalan masjid, pentingnya dakwah mengajak orang2 kembali kepada seruan Allah. Moulwi itu menjawab, 'Kebun apel dan tambang kormet telah memikat hati penduduk sini, amalan agama, masjid dan syiar Islam lainnya tidak lagi ada tempat di hati mereka, kecuali sebagian kecil. Hanya sesekali saja meraka mau datang ke masjid untuk sholat, wa maa alaina illal balagh.. Saya berkali2 ajak mereka tapi lingkungan tak mendukung,' ujarnya.

Lagi-lagi masalah yakin. 1400 an tahun yang lalu umat ini pernah jaya dan berwibawa. Kaisar Romawi dan Qisra Persia pernah takluk dibawah kaki umat Islam. Bukan karena kekuatan ekonomi, kekuatan pasukan, atau ilmu pengetahuan tekhnologi. Tapi karena kekuatan iman dan yakin mereka kepada Allah, melebihi yakinnya pada makhluk. Yakinnya pada amal agama melebihi yakinnya terhadap harta. Yakinnya akan kehidupan akhirat melebihi yakinnya terhadap kehidupan dunia yang sementara. Mereka tahu maksud hidup mereka, melebihi pengetahuannya tentang laba rugi usaha dunia mereka.

Hari2 terakhir di situ kami bertemu dengan Moulwi Amir. Seorang dai yang pernah pergi dakwah ke Tanzania, juga kepala madrasah. Ia bercerita bahwa ia sangat prihatin melihat realita yang terjadi di kampung dia dan realita umat islam secara keseluruhan. Bagaimana umat ini bisa bangkit, jika cintanya pada keduniaan melebihi segalanya, sehingga mengalahkan perintah2 Allah yang telah dibebankan kepadanya. 'Dibalik ikut hukum2 Allah itu ada kebahagiaan. Itu adalah iman terhadap yang ghaib,' lanjut dia. Selepas itu kami diajak untuk bersilaturrahim ke ulama2 yang ada disitu untuk berbagi fikir dan mengajak mereka untuk luangkan waktu berdakwah fi sabilillah.

Semua kembali ke masalah yakin. Jika seseorang yakin bahwa dengan harta ia mendapatkan kebahagiaan, tentu ia akan korbankan segalanya untuk mendapatkannya, bahkan dengan segala cara. Padahal letak kebahagiaan bukan disitu. Dan tugas kita sebagai umat Nabi akhir zaman adalah bagaimana meyakinkan pada seluruh manusia bahwa, letak kebahagiaan, kemuliaan kita di dunia dan akhirat hanyalah dalam menunaikan amalan perintah agama secara sempurna, bukan pada harta, pangkat kedudukan. Allah swt bisa saja berikan kebahagiaan pada orang yang papa, sebagaimana Allah janjikan kehidupan yang sempit bagi yang berpaling baginya.

**
Kereta Jaffer Express masih melaju menuju stasiun akhir Rawalpindi. Tiga jam lagi mungkin sampai di stasiun Raiwind. Mungkin kami akan turun disitu bersama barang, bersama penumpang yang lain. Tapi tidak dengan waktu, ia akan terus melaju, bersama desingan kereta Jaffer, menuju Rawalpandi, kemudian menembus, sendiri, menuju dunia tanpa lekang...

Comments

Popular Posts