MAMPUKAH KAU BICARA TENTANG KEARIFAN ?

Di Tanjung Halang, di sebuah teras yang dikelililingi kebun hijau, kami bertiga duduk bersama, menikmati senja yang terkucuri hujan. Hijau dan indah. Momen seperti itu memang asyik untuk diisi dengan bualan tentang kearifan. Apalagi kepala kami bertiga diselubungi peci putih bersih bak orang yang baru pulang dari haji.

Namun, tiba-tiba saja mulut ini tak berani memulai pembicaraan tentang kearifan. Pikiran pun mendesak desuk, Hai! kearifan mudah dilafalkan di situasi yang indah seperti ini, tetapi mampukah kamu membicarakannya di situasi yang puruk? Akhirnya kuurungkan niat.

Dua hari kemudian, di stasiun kota jalur Jabotabek, kami naik kereta ekonomi menuju Bojong Gede. Benar-benar tak disangka, ternyata ada yang melebihi parahnya 80 coret di Mesir. Ratusan tubuh saling mendempet tanpa memberi kesempatan kaki dan badan untuk bergerak. Beberapa kali kami terdorong kesana kemari dan lebih naif lagi terjatuh hampir terinjak. Mirip miniaturnya kiamat mungkin: Yauma yakuunun naasu kal faraasyil mabtsuuts. Pakaian basah kuyup oleh keringat saking penuh dan pengapnya gerbong. Emosi hampir saja meledak kalau saja yang guide kami bukan orang yang tawadlu' dan ikhlas, entah apa jadinya. Akhirnya dengan terpaksa kami turun 2 stasiun sebelum tujuan. Ingin sekali memuntahkan emosi, tetapi sebisanya kuredam untuk menjaga hubungan. Emosi pun kubuang lewat 3 tepukan tangan di kerumunan penumpang kereta.

Begitu beratnya berbicara tentang kearifan. Betapa bodohnya aku jikalau pada rintik senja itu aku jadi mengabarkan tentang kearifan namun pada derasnya keringat di gerbong aku justru mengobarkan kemuakan....

Bogor - Jakarta

Comments

Popular Posts