Suatu hari, Abu Hudzail Al-Allaf (w 235 H) beserta muridnya, Abu Ishaq An-Nadzam (w 221 H) menta'ziyahi Shalih Abdul Quddus yang sedang mendapat musibah, yaitu kematian anaknya. Shalih menangis sejadi2nya. Abu Hudzail tahu bahwa kawannya tersebut menganut paham shufisthai (meragukan hakekat [kenyataan / kebenaran]), sebab itu ia heran melihat kawannya menangis seperti itu, lalu bertanya, "Aku heran, mengapa engkau menangisi anakmu, padahal manusia menurutmu hanya seperti tanaman belaka".
Shalih menjawab, "Wahai Aba Hudzail, aku menangis ini bukan karena menangisi kematian anakku, tetapi aku menangis karena ia belum sempat membaca Kitab Keraguan yang telah aku karang".
"Lalu, apa Kitab Keraguan itu?," lanjut Abu Hudzail.
"Kitab Keraguan adalah kitab, siapapun yang membacanya ia akan meragukan apa yang telah terjadi, seakan2 baginya belum terjadi, dan apa yang belum terjadi, seakan2 telah terjadi".
Mendengar jawabannya, sang murid, Abu Ishaq nyeletuk, "Kalau begitu, ragukan saja kematian anakmu, anggap saja ia masih hidup, kemudian ragukan juga kenyataan bahwa ia belum baca kitabmu, anggap saja ia sudah baca".

Comments

Popular Posts