Mimpi yang tak sempurna




Malam itu malam Kamis (6 Des 2006). Aku tidur tanpa wudlu tanpa doa (sekedar ritual saja - kata mereka - bukan esensi). Dan tidur yang 'kurang syar'i' itu telah melahirkan mimpi yang tak sempurna.

Mimpi itu seperti ini:

***

M alam hari, tiba-tiba saja aku berada di tengah-tengah halaqah penyambut tamu. Semua orang yang ada disitu berjubah dan bersorban, sambil berbinang-bincang tentang tamu yang akan segera datang. Aku yang berada disitu merasa penasaran, lalu bertanya kepada orang-orang di sekitarku, "Siapa gerangan yang akan datang?" Mereka menjawab, "Rasulullah SAW yang akan datang, bersiaplah untuk menyambutnya". Hah ! Mendengar kabar tersebut, jantung saya berdebar kencang. Aku jadi bingung sendiri bagaimana caraku untuk ikut berpartisipasi menyambut beliau?

Sambil terus menerus bingung dan salah tingkah, tiba-tiba orang-orang sekitar menyebar dengan tergesa-gesa. "Hei, ada apa ini ?" tanyaku. Mereka menjawab, "Rasulullah telah tiba!". Aku tengok sekeliling, tak ada apa-apa, selain orang-orang yang sibuk menggerombol entah untuk siapa, aku tak melihatnya. Lalu aku tanya lagi, "Dimana Rasulullah? Kenapa aku tak melihatnya?". Beberapa sesepuh halaqah dengan jenggot di sekeliling dagunya menjawab, "Hanya orang-orang khusus yang bisa melihatnya!". Ah! Mengapa begitu, lalu bagaimana aku bisa menyambutnya? mencium tangannya?.

Orang-orang tiba-tiba mengerumuni bayangan hampa yang seakan-akan hendak masuk masjid. Itukah Rasulullah? Aku mengejarnya ikut mengerumuni bayangan hampa. Beberapa orang terlihat seperti menyalami sesuatu yang tak terlihat itu (bayangan hampa), entah ia bisa melihatnya atau sama saja seperti aku. Tapi aku tak peduli. Aku mengejar letak bayangan itu. Dan aku ikut menyalami dan menicum tangan hampa (bagiku -sebab aku orang biasa-), tepat seperti orang yang kulihat menyalami sebelumnya, atau lebih mirip isyarat saja, salamku tanpa rasa, dan aku ragu apakah aku benar-benar telah menyalaminya.

Terlihat disitu beberapa sesepuh halaqah -yang bisa melihat beliau SAW- , lalu aku bertanya pada mereka, "Apakah aku telah berhasil menyalaminya dan mencium tangannya?" Mereka menjawab, entah benar atau sekedar jawaban diplomatis untuk menentramkan hati seorang awam seperti aku, "Iya benar, kamu telah menyalaminya dan mencium tangannya". Dan keramaian pun berlalu.

Malam itu, aku masih di sisi masjid dengan hati bimbang bercampur keraguan apakah aku telah berhasil menyalaminya atau tidak. Lalu aku nekat ingin menyalaminya kembali agar keraguanku dapat hilang. Aku pun bertanya kepada jamaah yang ada di sekelilingku tentang dimana Rasulullah sekarang? Mereka menjawab bahwa Rasulullah sedang di masjid sebelah dan akan segera datang untuk mengisi ceramah ba'da subuh di masjid ini. Aku menanti dan menanti..... hingga terbangun dari tidurku yang 'kurang syar'i'

***

Sampai detik ini, fenomena dalam mimpi itu masih mengiang-ngiang dalam pikiranku, dengan berbagai tanda tanya yang kucoba untuk mereka-reka jawaban semunya sendiri. Apakah benar itu Rasulullah? Kenapa aku tak bisa melihatnya? Apakah itu ru'yah (mimpi yang benar) atau sekedar adghaatsu ahlaam (bunga tidur tanpa makna)? Tapi sayang, jawabanku yang semu memihak bahwa mimpi itu sekedar bunga tidur yang hampa makna. Bagaimana mungkin ru'yah (mimpi yang benar) bisa terjadi lewat tidur yang 'kurang syar'i' ? lewat jiwa yang penuh tahi ? Sungguh, mimpi yang tak sempurna. Dan hingga detik ini, aku masih merindu untuk bisa bertemu dengan Baginda. Allahumma shalli 'ala sayyidina wa habibina Muhammad....

Cairo, 8 Desember 2006
(Yaa Rabb... sampaikan salamku kepada sang Baginda SAW ! )

Comments

Popular Posts