bumi manusia



"Kita kalah, Ma," bisikku.
"Kita telah melawan, Nak, Nyo, sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya."

I
tulah akhir dari cerita novel Bumi Manusia, salah satu karya tetralogi Pramoedya AT. Ceritanya sungguh menarik, penuh dengan intrik dan pesan-pesan moral maupun prinsip hidup yang disisipkan lewat dialog-dialog Minke, Bunda Minke, dan Nyai Ontosoroh, serta tokoh-tokoh lain secara sekilas. Judul novel ini sangat cocok sekali dengan tema yang diangkat dalam plot ceritanya. Kemanusiaan, dengan setting jaman kolonial Belanda dimana klas sosial masyarakat sangat kentara; Eropa Totok, Indo, dan pribumi. Setting percintaan dua anak manusia (Minke dengan Annelies, dara Indo yang jelita putri Nyai Ontosoroh) juga nampak lebih menghiasi dalam novel ini, sebab dari situ nanti akan timbul klimaks cerita.

Secara tersirat, pengarang ingin menyampaikan pesan kepada pembaca tentang rasa tanggungjawab (bukan kriminil), perlawanan terhadap kedzaliman, nasionalisme, adil sejak dalam pikiran, dll. Bisa jadi pesan moral itu memang benar-benar prinsip hidup yang dipaku mati dalam diri pengarangnya sendiri, hasil dari pengalaman perjuangan dalam hidupnya, meski hanya berjuang melawan kegetiran pikirannya sendiri atas nasib kemanusiaan. Bisa jadi.

Pada akhirnya, prinsip hidup memang harus dimiliki oleh setiap orang. Prinsip hidup itu merupakan potensi universal (qism musytarok) yang dapat (harus) dimiliki oleh setiap insan di bumi. Juga perasaan kemanusiaan, terlepas ia pernah belajar agama atau tidak, belajar hukum Eropa atau tidak, mau kulit putih atau kulit hitam, semua memiliki potensi tersebut. Dan itu adalah anugerah Allah yang diturunkan di bumi manusia, untuk dapat digunakan sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya.

Cairo, 9 Nopember 2006
(baru selesai baca sejak 4 hari)

Comments

Popular Posts