Cobaan Imam yang Empat

Azhar mosque saat dibasahi air hujan. Pemandangan elok nian ...

Hari ini saya nggak berangkat kuliah atau "ngaji sorogan" di Azhar, sebab kondisi tubuh yang kalah ama tekanan musim pancaroba. Wahing, watuk, nggreges masih menemani saya semenjak 2 minggu lalu hingga sekarang secara bergantian. Tapi alhamdulillah... everything is under control.

Hari ini saya mencoba lebih mengenal lebih dekat dengan keempat imam fiqh yang masyhur itu dengan membaca biografi sekilas mereka. Ternyata, semuanya pernah mengalami penyiksaan dari tirani penguasa. Dan lagi-lagi, para ulama yang ikhlas selalu jujur, teguh dalam pendirian, dan berani dalam mengatakan kebenaran apapun konsekuensinya. Karena mereka berkeyakinan bahwa ilmu dan kebenaran itu milik Allah semata, dan merupakan amanat untuk disampaikan kepada orang lain, sebagaimana ternukil dalam pepatah masyhur qul al-haqq wa law kaana murr, katakanlah kebenaran meskipun pahit.

Mulai dari Imam Abu Hanifah (80 - 150 H) yang pada masa kekuasaan Gubernur Yazid bin Hurairah al-Fazzary beliau diberi jabatan ketua Baitul Mal namun ditolaknya. Akhirnya beliau dijebloskan ke penjara selama 2 minggu dan dicambuk sebanyak 14 kali sebelum dibebaskan. Kemudian beliau ditawari untuk menjadi Qadhi, namun juga ditolaknya, yang menyebabkan beliau ditangkap lagi dan setiap hari dicambuk 10 kali, dan dilepaskan setelah penuh 110 kali cambukan. Masa peralihan Bani Umayah ke Bani Abbasuyah pun tidak merubah keadaan beliau yang terus diberi cobaan. Pada masa khalifah Ja'far al-Manshur beliau ditawari lagi untuk menjadi Qadhi, namun beliau menolaknya, akhirnya beliau ditangkap. Setelah dilepaskan beliau ditawari jabatan itu lagi, lagi-lagi beliau masih menolaknya. Akhirnya beliau ditangkap, dan dicambuk 100 kali. Suatu hari, beliau dipanggil oleh khalifah dan dipaksa untuk minum minuman beracun yang megakhiri hidupnya. Beliau meninggal di penjara pada umur 70 tahun hanya demi memegang prinsipnya untuk tidak bekerjasama dengan penguasa yang menurutnya tidak sesuai baginya. Wallahu a'laa wa a'lam.

Lain lagi dengan Imam Malik (95 - 179 H), saat beliau berumur 54 tahun beliau sudah menjabat sebagai mufti, sedang penguasa di Madinah ketika itu Jafar bin Sulaiman al-Hasyimi bawahan khalifah al-Mansur di Baghdad. Saat itu muncul permasalahan tentang talak yang dipaksakan, apakah sah atau tidak? Imam Malik berfatwa bahwa talak itu tidak sah atau tidak jatuh jika dihasilkan dai sebuah paksaan. Fatwa ini sangat berlawanan dengan kehendak Gubernur, dan gubernur mendesak beliau untuk mencabut fatwanya dan tidak mengumumkannya kepada publik sekaligus menyembunyikan dalil hadis yang mengatakannya. Sang mufti menolak dan tetap menyampaikan apa yang memang benar dan tak mau menutupinya. Akhirnya beliau pun ditangkap, dihukum cambuk, diikat dengan tali dan dinaikkan ke punggung onta, unta itu lalu diarak keliling kota Madinah agar membuatnya malu. Tapi beliau tetap pada pendiriannya, akhirnya beliau dicambuk lagi sebanyak 70 kali hingga tulang belakangnya hampir patah. Wallahu a'laa wa a'lam.

Kemudian Imam Syafi'i (150 - 204 H). Saat itu Harun al-Rasyid sedang gencar-gencarnya memerangi kaum syiah yang hendak merongrong kekuasaannya. Akhirnya keluar keputusan untuk menangkap semua pengikut Syiah di berbagai penjuru dengan cara diarak dengan rantai dan belenggu hingga Baghdad. Termasuk wilayah Yaman yang pada saat itu Imam Syafi'i menjadi mufti disana. Imam Syafi'i terkena fitnah dan masuk ke daftar penangkapan. Penangkapan itu terjadi pada bulan Ramadlan, para korban dibelenggu dan dipaksa berjalan kaki dari Yaman (arab selatan) sampai ke Irak (arab utara) yang memakan waktu 2 bulan. Darah-darah kering pun melekat di rantai-rantai tersebut. Sesampai di Baghdad, masing-masing di interogasi dan kemudian dibunuh dengan cara dipancung. Hingga sampai giliran Imam Syafi'i, beliau sudah memasrahkan dirinya pada Allah Maha Pelindung. Dan berkat kecerdasan beliau dan beliau mampu membuktikan ketidakkaitannya dengan Syiah, akhirnya beliau dibebaskan oleh khalifah Harun al-Rasyid. Saah satu ungkapan beliau yang masyhur; Andai saja hanya karena aku mencintai Rasulullah dan keluarganya aku disebut Syiah, maka biarlah seluruh orang menyebutku Syiah sebab kecintaanku padanya. Wallahu a'laa wa a'lam.

Lalu, Imam Ahmad bin Hanbal (164 - 241 H). Pada periode Al-Makmun yang berpaham mu'tazilah, pemerintah memiliki sebuah pendapat khusus tentang al-Quran, menurutnya al-Qur'an itu adalah makhluk, dan siapa saja yang tidak setuju akan dihukum berat oleh penguasa. Dan salah satu ulama yang keras membantahnya adalah Imam Ahmad bin Hanbal, beliau berpendapat bahwa al-Quran itu bukan makhluk karena al-Quran itu kalamullah. Akhirnya beliaupun ditangkap dan dipenjara. Suatu ketika beliau dipindahkan ke wilayah Tharsus dengan cara dirantai dan diarak di depan orang banyak. Kemudian beliau disidang lagi, karena masih berprinsip sama beliaupun dijebloskan lagi ke penjara dan dicambuk. Kemudian dipindah lagi ke wilayah anbar dengan cara dirantai. Saat di Anbar beliau dihampiri seorang alim yang bernama Abu Ja'far al-Anbary dan berkata; Aku tidak sedih melihatmu seperti ini sebab umat ada di belakangmu. Demi Allah, andai saja engkau mengatakan bahwa al-Quran itu makhluk maka umatpun akan mengikutimu. Dan jika engkau tidak mau menjawab maka umatpun tidak akan mau menjawab sebagaimana yang ingin engkau jawab. Bila saja engkau tidak mati dibunuh orang, niscaya engkau akan mati dengan cara lain. Maka janganlah engkau menuruti kehendak mereka. Airmata Imam Ahmad pun bergelimang sambil mengucap masya Allah! masya Allah! Cobaan tidak berhenti pada periode itu saja. Saat kekuasaan berada di tangan khalifah al-Mu'tashim, beliau diadili lagi, dan dalam pengadilan itu argumentasi ulama pemerintah kalah dengan dalil Imam Ahmad, namun tetap saja beliau dijebloskan ke penjara. Saat itu bulan puasa, dan beliau masih berada pada pendiriannya, beliaupun dicambuk hingga tali seluar penutup auratnya hampir jatuh. Beliau berdoa; andai saja aku benar mohon jangan jatuhkan penutup auratku hingga auraku terlihat di khalayak ramai. Allah mengabulkannya seketika, penutup auratnya tidak terjatuh ke tanah dan melekat seperti saat tali seluarnya belum putus. Hukuman cambuk itu baru berhent saat buka puasa tiba. Namun beliau tetap dibiarkan merana sedang yang lain enak-enak berbuka. Peristiwa itu berjalan tiga hari, hingga membuat Imam Hanbal pingsan. Baru setelah al-mutawakkil berkuasa, pemerintah mengubah paham mu'tazilah tersebut dan membebaskan seluruh tahanan yang ditahan karena perbedaan paham termasuk Imam Ahmad bin Hanbal. Saat dibebaskan beliau diberi hadian 10.000 dirham, namun beliau tolak. Saat itu pemerintah memaksa, akhirnya beliau menerimanya dan membagi-bagi seluruh harta itu kepada fakir miskin. Wallau a'laa wa a'lam.

Kisah -kisah tersebut mengingatkan kita pada sebuah ayat Al-Ankabut 2-3 yang artinya;
Apakah manusia itu mengira mereka dibiarkan saja mengatakan; kami telah beriman, sedang mereka tidak diuji? * Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.

1/3 malam, March 13 2006

Comments

Popular Posts